Definisi hutan alam hutan yg terjadi secara alami tanpa campur tangan
manusia, memiliki berbagai jenis pohon campuran dan dari segala umur. Menurut Salim (2003) yang dikutip Aryadi (2012) hutan merupakan bagian penting dari negara kita
Indonesia. Menurut angka resmi luas
kawasan hutan kita (hutan alam, red) adalah sekitar 120 juta hektar yang
tersebar pada 13.667 pulau.
Pengertian
dari Hutan Alam adalah hutan yang ditumbuhi pohon-pohon secara alami dan sudah
ada sejak dulu kala. Hutan alam yang dapat bertahan tanpa ada campur tangan
manusia atau pun tidak terjadi eksploitasi hutan disebut hutan primer. Hutan
Primer terpelihara dengan baik sering disebut Hutan Perawan atau Virgin Forest.
Sedangkan hutan yang telah terdapat intervensi manusia didalamnya atau juga
faktor bencana alam dapat terbentuk hutan alam sekunder.
Indonesia mempunyai hutan alam yang sangat luas, tetapi semakin hari luasan hutan alam ini terus berkurang. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia kehilangan 1,6 - 2 juta hektar hutan alam setiap tahun. Hutan alam Indonesia pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae, yang merupakan jenis kayu yang laku di pasaran, sehingga hutan alam ini merupakan sasaran eksploitasi.
Komposisi jenis penyusun hutan alam di Indonesia berbeda-beda tergantung lokasi tempat tumbuhnya hutan tersebut. Jenis-jenis pohon di hutan alam Indonesia bagian barat berbeda dengan Indonesia bagian timur walaupun ada juga jenis yang menyebar luas dari barat sampai ke timur. Ada beberapa zone tumbuhan hutan alam di Indonesia yaitu zone hutan alam bagian barat, zone hutan alam bagian timur dan zone peralihan.
Indonesia mempunyai hutan alam yang sangat luas, tetapi semakin hari luasan hutan alam ini terus berkurang. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia kehilangan 1,6 - 2 juta hektar hutan alam setiap tahun. Hutan alam Indonesia pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae, yang merupakan jenis kayu yang laku di pasaran, sehingga hutan alam ini merupakan sasaran eksploitasi.
Komposisi jenis penyusun hutan alam di Indonesia berbeda-beda tergantung lokasi tempat tumbuhnya hutan tersebut. Jenis-jenis pohon di hutan alam Indonesia bagian barat berbeda dengan Indonesia bagian timur walaupun ada juga jenis yang menyebar luas dari barat sampai ke timur. Ada beberapa zone tumbuhan hutan alam di Indonesia yaitu zone hutan alam bagian barat, zone hutan alam bagian timur dan zone peralihan.
B.
Pelestarian
Hutan Alam Indonesia Berbasis Masyarakat
Menurut Awang
(2004) yang dikutip Aryadi (2012), konsep dan pelaksanaan pengelolaan hutan
berbasis masyarakat (PHBM) di Indonesia, terutama di Jawa dipengaruhi oleh
situasi dinamika social ekonomi politik dan budaya. PHBM merupakan system pengelolaan sumberdaya
hutan yang dilakukan bersama Perum Perhutani dan masyarakat desa atau Perum
Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan bersama
untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat
diwujudkan secara optimal dan proporsional.
Dalam hal ini terjadi interaksi antara Instansi pemerintah dengan
masyarakat dalam system pengelolaan hutan, yang mana dalam hal ini masyarakat
diikut sertakan dalam melakukan pengelolaan hutan dan pemerintah dalam hal ini
instansi pemerintah menjadi pendukung dengan cara penyediaan bibit atau pun
memberikan penyuluhan kepada masyarakat tersebut. Dengan cara tersebut maka akan didapatkan
hasil yang optimal terhadap kehutanan kita.
Masih menurut Aryadi
(2012) yang mengutip Awang (2004) Bentuk PHBM untuk luar Jawa dikenal dengan
nama social forestry (sebagai terjemahan dari Social Forestry), yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.01/Menhut-11/2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat setempat di dalam dan
atau sekitar hutan dalam rangka social forestry. Sosial Forestry merupakan suatu system
pengelolaan sumberdaya hutan pada kawasan hutan negara dan hutan hak, yang
member kesempatan pada masyarakat setempat sebagai pelaku dan mitra utama dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kelestarian hutan. Hal ini penting dari terbitnya peraturan di
atas adalah pengakuan Departemen Kehutanan tentang perlunya mewujudkan hutan
lestari melalui system pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
Dari peraturan
pemerintah di atas maka masyarakat di dalam atau sekitar hutan, masyarakat
diberi kesempatan untuk menjadi pelaku atau mitra utama da;am rangka untuk
meningkatkan kesejahteraan terhadap masyarakat tersebut, selain itu juga dari
kegiatan tersebut diharapkan hutan yang dikelola menjadi lestari. Dari itu juga diketahui adanya pengakuan dari
Departemen Kehutanan dalam perlunya untuk mewujudkan hutan yang lestari dengan
system pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat. Dari hal tersebut maka pengelolaan hutan
berbasis masyarakat sangat diperlukan sekali untuk lestarinya hutan kita.
Berdasarkan
premis kemasyarakatan yang penting bagi strategi pelestarian hutan atau
pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan, seperti yang dikemukakan oleh
Sardjono (2004) dalam Aryadi (2012), yaitu masyarakat perlu mengelompokkan
dirinya dalam suatu komunitas yang memiliki nilai-nilai bersama atau saling
komplementer dalam merealisasikan tujuan-tujuan masing-masing anggota
komunitas. Dalam hal ini masyarakat dituntut
untuk bisa mengelompokkan diri mereka dalam suatu komunitas untuk melakukan
pelestarian hutan atau dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan
atau lestari.
Kegiatan hutan
rakyat, terutama di luar Jawa sebagai bagian dari program social forestry yang
pengelolaannya berbasis masyarakat, merupakan kegiatan pemerintah (Departemen
Kehutanan) untuk merespon keadaan social politik dan budaya yang sudah
berubah. Terbitnya peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.04/Menhut-v/2004 Tentang Penyusunan Kegiatan Rahabilitasi
Hutan dan Lahan melalui DAK-DR, terutama untuk kegiatan penghijauan (Hutan
Rakyat) untuk luar kawasan hutan dan kegiatan reboisasi untuk dalam kawasan
hutan merupakan dorongan yang signifikan dalam mengatasi permasalahan lahan
kritis dan kemisikinan masyarakat pedesaan kawasan hutan (Aryadi, 2012). Dari kegiatan hutan rakyat yang dicanangkan
pemerintah dalam peraturan menteri kehutanan di atas ditujukan untuk mengatasi
permasalahan lahan kritis yang ada di sekitar masyarakat sekitar hutan, yang mana
dari hutan rakyat tersebut masyarakat disuruh untuk menanam berbagai macam
tumbuhan yang berguna untuk kehidupan mereka baik ekonomis maupun ekologis.
Menurut
Suhardjito, dkk (2000) dalam Aryadi (2012) dikatakan bahwa beberapa pelajaran
yang dapat dipetik dari pengalaman pelaksanaan pengelolaan hutan berbasis
masyarakat yang telah berkembang di beberapa daerah di Indonesia, antara lain
adalah : (1) hampir seluruh kasus yang dikaji system penguasaan sumberdaya
lahan dan hasilnya ada pada individu atau keluarga. Masyarakat lebih memberikan kebebasan kepada
anggotanya untuk berusaha memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,
pendapatan, dan kebutuhan lainnya; (2) ada kecendrungan system penguasaan lahan
yang individual relative lebih berorientasi subsisten; (3) pola struktur dan komposisi hutan lebih banyak berbentuk agroforest atau beragam lapisan tajuk
dan jenis produk. Masyarakat pedesaan
lebih cenderung memilih aman (safety
first), baik dari dimensi waktu maupun besaran resiko. Mereka dapat memperoleh produk untuk konsumsi
sendiri, untuk kepentingan social, untuk pendapatan tunai, untuk tabungan atau
pendapatan jangka panjang; (4) system pengelolaan hutan oleh masyarakat bukan
hanya mewujudkan orientasi keuntungan individu pengelola, melainkan juga
memperhatikan masyarakatnya.
Dari pengalaman-pengalaman
di atas, ternyata pengelolaan hutan berbasis masyarakat memberikan kelapangan
kepada masyarakat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan. System yang digunakan juga menggunakan system agroforest, yakni
penggabungan tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan. Yang mana diantara tanaman kehutanan yang
mereka tanam, mereka juga menanam tanaman pertanian seperti jagung, dan tanaman
pertanian lainnya.
Menurut Awang
(2003) dalam Aryadi (2012), pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang
dikembangkan di Indonesia, hendaknya bertumpu pada filosofi antara lain sebagai
berikut :
1) Menjamin dan
membangun keadilan social dan perlindungan social bagi masyarakat miskin
pedesaan,
2) Sebagai
instrument untuk mewujudkan model desentralisasi dan devolusi pengelolaan
sumberdaya hutan di Indonesia untuk mencapai kemandirian daerah dalam
menyelesaikan banyak hal tentang hutan, lahan dan lain-lain,
3) Dapat dijadikan
pintu masuk “pembuka” untuk memulai dialog kebijakan yang interaktif, terbuka,
adil dan demokratis tentang pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia.
Dari filisofi-filisofi di atas hendaknya pengelolaan
hutan dilakukan atas dasar untuk menjamin dan membangun keadilan dan
perlindungan bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin di pedesaan yang
merata. Selain itu pengelolaan hendaknya
bisa menjadi alat untuk mewujudkan model desentralisai dan devolusi dalam
pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia sehingga dicapai suatu kemandirian
dari masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan kehutanan.
Prinsip dasar
pengelolaan hutan berbasis masyarakat adalah paradigma pembangunan kehutanan
yang bertumpu pada pemberdayaan ekonomi rakyat. Prinsip ini memiliki karakter
bahwa masyarakatlah yang menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sumberdaya
hutan, dimana mereka memiliki jaminan akses dan kontrol terhadap sumberdaya
alam serta dalam proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan hutan. Hal ini
dapat terwujud bila terdapat pengakuan terhadap hak-hak pengelolaan, pengendalian
dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Operasionalisasi di lapangan diserahkan
kepada kelembagaan lokal sesuai dengan sistem sosial, ekonomi dan budaya
masyarakatnya. Karena itu pendekatannya bersifat lokal spesifik namun tetap
memadukan antara kearifan lokal dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Untuk mewujudkan
prinsip pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, sangat diperlukan adanya
perubahan paradigma pembangunan, kebijakan dan peraturan di sektor kehutanan,
kelembagaan, termasuk perilaku dan budaya setiap pihak yang terlibat (stakeholders).
Departemen
Kehutanan telah menetapkan program-program prioritas untuk mengatasinya, antara
lain: pemberantasan illegal logging, revitalisasi sektor kehutanan,
rehabilitasi dan konservasi suber daya hutan, pemberdayaan masyarakat di dalam
dan sekitar hutan dan pemantapan kawasan hutan. Program pemberdayaan masyarakat
di sekitar dan di dalam hutan mempunyai tujuan yang jelas, yakni meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan, meningkatkan keterlibatan
masyarakat dalam pengelolaan hutan, dan meningkatkan kesejahteraan.
Menciptakan kegiatan
melalui pembangunan kehutanan berbasis masyarakat diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitarnya, melalui manfaat ekonomi, lingkungan, dan
keamanan yang dapat mereka peroleh dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
Dengan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka ketergantungan
masyarakat dan tekanan terhadap hutan alam negara juga akan semakin berkurang.
Demikian juga apabila masyarakat dapat menanami lahan-lahan miliknya dengan
komoditas kehutanan, maka kebutuhan terhadap hasil hutan dapat dipenuhi secara
mandiri, bahkan komoditas yang dihasilkan akan dapat memberikan penghasilan
yang cukup signifikan. Tingkat perekonomian yang meningkat akan mempermudah
negara dan masyarakat dalam mendukung terciptanya kelestarian hutan.
Sumber :
Aryadi,
Mahrus. 2012. Hutan Rakyat : Fenomenologi Adaptasi Budaya
Masyarakat. UMM: Malang.
http://deskripsi.com/h/hutan-alam (diakses 22
Oktober 2012, pukul 21.10 Wita)
http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/definisi-dan-pengertian-hutan-alam.html (diakses 22
Oktober 2012, pukul 21.20 Wita)
http://www.kabarIndonesia.com/berita.php?pil=4&dn=20081029684315 (diakses 22
Oktober 2012, pukul 21.30 Wita).
selamat beraktivitas. . .mari kita awali aktivitas hari ini dengan menyimak informasi yang aktual di halaman yang sangat luar biasa ini !!!
ReplyDeleteterima kasih atas kunjungan dan komentar saudara. selamat beraktivitas juga...
Delete